KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI PETUNJUK PADA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA
Studi Putusan Nomor 777/Pid.B/2016/PN.Jkt.Pst dan 9/Pid.B/2016/PN.Slk
Downloads
Alat bukti petunjuk diatur dalam 188 ayat (1) KUHAP adalah perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya antara yang satu dengan yang lain dengan tindak pidana itu sendiri menandakan telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. Alat bukti petunjuk memegang peranan penting dalam pembuktian kasus-kasus pembunuhan dan membantu hakim dalam pengambilan putusan di persidangan. Alat atau benda yang digunakan si pelaku untuk membunuh si korban dalam tindak pidana pembunuhan dapat dijadikan sebagai alat bukti petunjuk, penerapan alat bukti. Petunjuk oleh hakim di pengadilan dapat dilihat pada contoh kasus tindak pidana pembunuhan berencana pada putusan nomor 777/Pid.B/2016/PN.Jkt.Pst dan nomor 09/Pid.Um/2016/PN.Slk. Berdasarkan pembahasan dan analisis dapat disimpulkan bahwa: Pertama, kekuatan alat bukti petunjuk yang sangat mengikat, karena bukti yang di hadirkan oleh JPU dalam berupa rekaman CCTV dapat dijadikan sebagai perluasan dari Pasal 184 ayat (1) KUHAP sebagai “Barang Bukti†yang jika bersesuaian dengan fakta dan peristiwa pidana yang dijadikan Majelis Hakim sebagai PETUNJUK untuk memastikan peristiwa pidana. dengan adanya alat bukti petunjuk berupa CCTV sangat memberikan pengaruh yang berbeda untuk menjadi pertimbangan hakim dan sebagai dasar atas penetapan bersalahnya terdakwa dan alat bukti petunjuk dalam hal ini mempengaruhi hakim memberikan putusan akhir. Dalam Perkara Nomor 9/Pid.B/2018/PN.Slk hakim tidak mempertimbangkan alat bukti Petunjuk karena 2 (dua) alat bukti yang sah sudah di penuhi, sebagaimana pasal 183 KUHP, bukti yang di pertimbangakan hakim berupa Keterangan saksi-saksi, bukti surat dan keterangan terdakwa sebagai dasar hakim memutus perkara. Kedua, dalam kedua kasus ini majelis hakim pertama menilai setelah terpenuhi 2 (alat bukti ) yang sah, hakim memperhatikan dalam fakta persidangan hal yang memberatkan dan hal yang meringankan bagi terdakwa sebagai dasar bagi hakim memberikan pidana bagi terdakwa pembunuhan berencana.
Dwidja Priyatno, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia Cetakan Pertama, Bandung, Refika Aditama, 2006.
Gerson W. Bawengan, Masalah Kejahatan dan Sebab Akibat, Pradnya Pratama, Jakarta, 1986.
Harbert L. Packer, The Limit Of Criminal Sanction, Stanford University Press, California, 1968
Iskandar Sihaan, Hukum dan Kecongkakan Kekuasaan, Dalam Pelita, Jakarta, 1982
Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 1997
Leden Marpaung, Asas-teori-Praktik Hukum Pidana, Jakarta, Sinar Grafika, 2009
M. Sholehuddin, Sistem Sanksi dalam Hukum Pidana Ide Dasar Double Track System dan Implementasinya, Grafindo Persada, Jakarta, 2003.
Penulis yang mempublikasikan manuskripnya di jurnal ini menyetujui ketentuan berikut:
- Hak cipta pada setiap artikel adalah milik penulis.
- Penulis mengakui bahwa UNES Journal of Swara Justisia (UJSJ) berhak menjadi yang pertama menerbitkan dengan lisensi Creative Commons Attribution 4.0 International (Attribution 4.0 International CC BY 4.0).
- Penulis dapat mengirimkan artikel secara terpisah, mengatur distribusi non-eksklusif manuskrip yang telah diterbitkan dalam jurnal ini ke versi lain (misalnya, dikirim ke repositori institusi penulis, publikasi ke dalam buku, dll.), dengan mengakui bahwa manuskrip telah diterbitkan pertama kali di UNES Journal of Swara Justisia (UJSJ).