Penerapan Unsur Tindak Pidana Aborsi Oleh Penyidik Berdasarkan Alat Bukti Yang Digunakan
Downloads
Sanksi pidana terhadap wanita yang menggugurkan kandungannya tercantum pada Pasal 75 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Penelitian ini merupakan penelitian hukum dengan spesifikasi yang bersifat deskriptif analitis. Penerapan unsur tindak pidana aborsi oleh penyidik pada Satreskrim Polresta Padang dengan penggunaan alat bukti berupa keterangan saksi, keterangan ahli dan surat. Surat berupa rekaman medis, dokumen terkait lainnya dan keterangan ahli berupa penjelasan dari ahli kefarmasian mengenai jenis obat yang digunakan dan akibat dari penggunaan obat tersebut. Pada alat bukti Keterangan Saksi, Penyidik memperoleh informasi terkait cara dilakukan aborsi. Saksi-saksi ini terdiri dari petugas medis, saksi mata, atau orang yang terlibat dalam tindakan tersebut. Keterangan Ahli yaitu Ahli medis atau ahli forensik dapat memberikan keterangan apakah aborsi tersebut ilegal atau tidak. Serta ahli kefarmasiaan yang menerangkan tentang indikasi obat yang digunakan. Kendala Penerapan unsur tindak pidana aborsi oleh penyidik pada Satreskrim Polresta Padang dengan pengunaan alat bukti adalah kurangnya kemampuan Petugas Penyidik dalam menggunakan alat bukti seperti alat bukti rekam medis dan obat-obatan. Sulitnya mencari saksi juga menjadi permasalahan dalam proses penyidikan. Pihak kepolisian kesulitan dalam mencari informasi dan mengumpulkan data tersangka yang berhubungan dengan kasus tidak pidana aborsi, karena aborsi merupakan aib bagi seorang wanita yang berarti jika memberikan informasi berarti membuka aib mereka sendiri. Sulitnya membuka rahasia medis Pasien yang enggan memberikan keterangan atau alat bukti yang memadai kepada penyidik, karena takut atau karena faktor-faktor pribadi. Aborsi sering dilakukan secara diam-diam, dan bukti fisik mungkin terbatas atau sulit diakses. Ini bisa menjadi kendala dalam memastikan adanya tindakan aborsi ilegal. Hukum dan regulasi yang rumit, setiap yurisdiksi memiliki hukum yang berbeda terkait aborsi, dan hal ini dapat mempengaruhi cara penyidik mengumpulkan dan menggunakan bukti dalam penyidikan. Pada beberapa kasus, penyidik mungkin menghadapi keterbatasan teknologi dalam mengumpulkan bukti, terutama jika mereka harus mengandalkan rekaman medis atau perangkat lainnya.
Febry dan Paulinus, Implementasi tindakan Aborsi Berdasarkan Kehamilan Akibat Perkosaan, Kanisius, Yogyakarta, 2019.
Agustina, Aborsi dalam Undang-Undang Kesehatan dan KUHP, Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Hukum, Vol. 4, No. 2
Anjen Dianawati, Pendidikan dan Seks untuk Remaja, Kawan Pustaka, Jakarta, 2003
Suhayati & Saputra, Permasalahan Penegakan Hukum Tindak Pidana Aborsi, Jurnal Masalah masalah hukum, Vol. XII, No. 19
Tim Penyusun Kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1994
Soebekti dan R Tjitrosoudibjo, Kamus Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 1980
Copyright (c) 2024 Joko Hendro Lesmono, Fitriati
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.
Penulis yang mempublikasikan manuskripnya di jurnal ini menyetujui ketentuan berikut:
- Hak cipta pada setiap artikel adalah milik penulis.
- Penulis mengakui bahwa UNES Journal of Swara Justisia (UJSJ) berhak menjadi yang pertama menerbitkan dengan lisensi Creative Commons Attribution 4.0 International (Attribution 4.0 International CC BY 4.0).
- Penulis dapat mengirimkan artikel secara terpisah, mengatur distribusi non-eksklusif manuskrip yang telah diterbitkan dalam jurnal ini ke versi lain (misalnya, dikirim ke repositori institusi penulis, publikasi ke dalam buku, dll.), dengan mengakui bahwa manuskrip telah diterbitkan pertama kali di UNES Journal of Swara Justisia (UJSJ).