PENERAPAN PIDANA TAMBAHAN PENCABUTAN HAK POLITIK PADA TINDAK PIDANA KORUPSI PUTUSANNOMOR : 38/PID.SUS/TPK/2013/PN.JKT.PST DAN PUTUSANNOMOR : 040 /PID.SUS/TPK/2017/PN.JKT.PST
Downloads
Tindak Pidana Korupsi merupakan salah satu bagian dari hukum pidanakhusus (ius singular, ius special atau bijzonderstrfrech) dan ketentuan hukum positif (iusconstitum) Indonesia, yang diatur dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 10 huruf (b) angka (1) KUHP menyebutkan bahwa pidana tambahan dapat berupa pencabutan hak-hak tertentu. Hak-hak tertentu yang dimaksud di sini adalah hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan tertentu yang diatur dalam Pasal 35 ayat (1) angka (1) atau hak pilih aktif dan pasif dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum seperti yang disebutkan dalam Pasal 35 ayat (1) angka (3) KUHP. Pencabutan hak tertentu seperti hak pilih aktif dan pasif dalam jabatan publik sejatinya bias menjadi alat penjeraan bagi terpidana Tipikor sekaligus menimbulkan rasa takut bagi para pejabat publik dan tokoh politik agar tidak menjadi calon pelaku Tipikor yang semakin merajalela di berbagai institusi negara.
Penulis yang mempublikasikan manuskripnya di jurnal ini menyetujui ketentuan berikut:
- Hak cipta pada setiap artikel adalah milik penulis.
- Penulis mengakui bahwa UNES Journal of Swara Justisia (UJSJ) berhak menjadi yang pertama menerbitkan dengan lisensi Creative Commons Attribution 4.0 International (Attribution 4.0 International CC BY 4.0).
- Penulis dapat mengirimkan artikel secara terpisah, mengatur distribusi non-eksklusif manuskrip yang telah diterbitkan dalam jurnal ini ke versi lain (misalnya, dikirim ke repositori institusi penulis, publikasi ke dalam buku, dll.), dengan mengakui bahwa manuskrip telah diterbitkan pertama kali di UNES Journal of Swara Justisia (UJSJ).